1095 keping kerinduan
yang ditanam dalam rahim peri hutan
pasti tumpah
meluber hingga persimpangan kereta Jogjakarta
yang lelah ketika musim basah
usai menawarkan kenangan picisan
sedangkan engkau belum kukuh
menggenapkan titik-titik rinai dalam lipatan hujan
Meski bahkan,
disparitas kata di titik siku pythagoras
nyatanya tak mudah terberangus waktu
yang jatuh
Pada 1095 keping kerinduan yang kasmaran
ia nyalang dalam temaram pedang para ksatria
pembebas Makkah
yang menjadi pengantar subuh, demi tegaknya Rabb dalam ceruk nyali biru
Seketika, 1095 keping kerinduan tertukar lunas
oleh sekelebat sunyi di malam purnama
tentang kereta, senja, dan
bunga
“Untuk apa lagi kau mengunjungiku?”
“Untuk membasuh hatiku–yang tertinggal dalam puisimu.”